Minggu, 10 Maret 2013
Jumat, 08 Februari 2013
Rekaman kajian Slipi Ustadz Afifudin
Bismillah, rekaman membahas ringkas sabar, oleh Al-Ustadz Muhammad afifudin di Masjid Mujahidin Slipi
download
download
Penjelasan Sederhana Tentang Talak (perceraian), Rujuk dan Iddah
Diantara
perkara yang penting untuk diketahui adalah permasalahan talak, oleh
karena itu pada kesempatan ini kami bawakan sedikit penjelasan seputar
talak yang di rangkum dari beberapa kitab fiqih dengan harapan semoga
bermanfaat bagi diri penulis pribadi dan kaum muslimin.
TALAK (PERCERAIAN)
Pembahasan Pertama: Pengertian talak
Talak secara bahasa : ( التخلية) Melepaskan.
Secara syar’i : ( حل قيد النكاح أو بعضه) Melepaskan ikatan pernikahan secara menyeluruh atau sebagiannya. (Al-mulakhos Al-Fiqhiy : 410)
Pembahasan Kedua: Dalil disyari’atkannya talak dari Al-Qur’an, As-Sunnah dan Ijma.
Dalil dari Al-Qur’an :
الطَّلاقُ مَرَّتَانِ فَإمْسَاكٌ بِمَعْرُوفٍ أَوْ تَسْرِيحٌ بِإِحْسَانٍ
“Thalak (yang dapat dirujuki) dua
kali. Setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara yang ma’ruf atau
menceraikan dengan cara yang baik.” (Al Baqarah : 229)
Dalil dari Sunnah
Diantaranya sebuah hadits yang
diriwayatkan dari Ibnu Umar rahiyallahu anhuma bahwasannya dia menalak
istrinya yang sedang haidh. Umar menanyakan hal itu kepada Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
bersabda :
مُرْهُ فَلْيُرَاجِعْهَا ثُمَّ
لْيَتْرُكْهَا حَتَّى تَطْهُرَ ثُمَّ تَحِيضَ ثُمَّ تَطْهُرَ ثُمَّ إِنْ
شَاءَ أَمْسَكَ بَعْدُ وَإِنْ شَاءَ طَلَّقَ قَبْلَ أَنْ يَمَسَّ فَتِلْكَ
الْعِدَّةُ الَّتِى أَمَرَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ أَنْ يُطَلَّقَ لَهَا
النِّسَاءُ
“Perintahkan kepadanya agar dia
merujuk istrinya, kemudian membiarkan bersamanya sampai suci, kemudian
haid lagi, kemudian suci lagi. Lantas setelah itu terserah kepadanya,
dia bisa mempertahankannya jika mau dan dia bisa menalaknya
(mencraikannya) sebelum menyentuhnya (jima’) jika mau. Itulah iddah
seperti yang diperintahkan oleh Allah agar para istri yang ditalak dapat
langsung menhadapinya (iddah)” (HR. Bukhari dan Muslim).
Ijma
Berkata Asy-Syaikh Al-Allamah Shalih Al-Fauzan : “Sungguh telah dihikayatkan adanya ijma’ atas di syariat-kannya talak (cerai) lebih dari satu ulama.” (Al-Mulakhos Al-Fiqhiy : 411)
Pembahasan Ketiga: Hukum Talak
Berkata Asy-Syaikh Shalih Al-Fauzan : “Adapun
hukumnya berbeda-beda sesuai dengan perbedaan keadaan, terkadang
hukumnya mubah, terkadang hukumnya makruh, terkadang hukumnya mustahab
(sunnah), terkadang hukumnya wajib, dan terkadang hukumnya haram.
Hukumnys sesuai dengan hukum yang lima.” (Al-Mulakhos Al-Fiqhiy : 410)
- Makruh
Talak yang hukumnya makruh yaitu ketika
suami menjatuhkan thalaq tanpa ada hajat (alasan) yang menuntut
terjadinya perceraian. Padahal keadaan rumah tangganya berjalan dengan
baik.
- Haram
Talak yang hukumnya haram yaitu ketika di
jatuhkan tidak sesuai petunjuk syar’i. Yaitu suami menjatuhkan thalaq
dalam keadaan yang dilarang dalam agama kita. dan terjadi pada dua
keadaan:
Pertama : Suami menjatuhkan thalaq ketika istri sedang dalam keadaan haid
Kedua : Suami menjatuhkan thalaq kepada istri pada saat suci setelah digauli tanpa diketahui hamil/tidak.
- Mubah (boleh)
Talak yang hukumnya mubah yaitu ketika
suami (berhajat) atau mempunyai alasan untuk menalak istrinya. Seperti
karena suami tidak mencintai istrinya, atau karena perangai dan kelakuan
yang buruk yang ada pada istri sementara suami tidak sanggup bershabar
kemudian menceraikannya. Namun bershabar lebih baik.
فَإِنْ كَرِهْتُمُوهُنَّ فَعَسَى أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وَيَجْعَلَ اللهُ فِيهِ خَيْرًا كَثِيرًا
“Kemudian bila kamu tidak menyukai
mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu,
Padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak.” (Qs. An-Nisa’ : 19)
- Sunnah
Talak yang hukumnya sunnah ketika di
jatuhkan oleh suami demi kemaslahatan istrinya serta mencegah
kemudharatan jika tetap bersama dengan dirinya, meskipun sesungguhnya
suaminya masih mencintainya. Seperti sang istri tidak mencintai
suaminya, tidak bisa hidup dengannya dan merasa khawatir tidak bisa
menjalankan tugasnya sebagai seorang istri. Talak yang dilakukan suami
pada keadaan seperti ini terhitung sebagai kebaikan terhadap istri. Hal
ini termasuk dalam keumuman firman Allah subhaanahu wata’ala :
وَأَحْسِنُوا إِنَّ اللهَ يُحِبُّ المُحْسِنِينَ
“Dan berbuat baiklah, karena Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik.” (Qs. Al Baqarah :195)
- Wajib
Talak yang hukumnya wajib yaitu bagi
suami yang meng-ila’ istrinya (bersumpah tidak akan menggauli istrinya
lebih dari 4 bulan -ed.) setelah masa penangguhannya selama empat bulan
telah habis, bilamana ia enggan kembali kepada istrinya. Hakim berwenang
memaksanya untuk menalak istrinya pada keadaan ini atau hakim yang
menjatuhkan thalak teersebut. (Silahkan lihat Al-Mulakhos Al-Fiqhiy, Fiqih Muyyasar dan yang lainnya)
Pembahasan Keempat: Talak hanya Jatuh jika diucapkan adapun hanya niat semata tidak jatuh.
Talak hanya jatuh jika di ucapkan. Adapun
niat semata dalam hati tanpa di ucapkan, tidak terhitung talak. Berkata
Asy-Syaikh Al-Allamah Shalih Al-Fauzan hafidzahullah : “Tidak jatuh
talak darinya dan tidak juga dari yang mewakilinya kecuali dengan di
ucapakan dengannya, walaupun meniatkan dalam hatinya; tidak jatuh talak.
Sampai lisannya bergerak mngucapkannya. Berdasarkan hadits Rasulullah
shallallahu ‘alihi wasallam:
إِنَّ اللَّهَ تَجَاوَزَ عَنْ أُمَّتِي مَا حَدَّثَتْ بِهِ أَنْفُسَهَا مَا لَمْ تَعْمَلْ ، أَوْ تَتَكَلَّمْ
“Sesunggunya Allah memaafkan dari ummatku apa yang dikatakan (terbesik) oleh jiwanya selama tidak di lakukan dan di ucapkan.” (HR. al-Bukhari : 5269 dan Muslim : 127) (Mulakhos Al-Fiqhy : 414)
Pembahasan Kelima: Tentang Yang Berwenang Menjatuhkan Talak
Talak sah jika dari suami yang baligh,
berakal, mumayyiz, pilihan sendiri, atau orang yang mewakilinya. Talak
tidak jatuh (tidak sah) dari selain suami, anak kecil, orang gila, orang
mabuk, orang yang dipaksa, dan orang yang dalam keadaan marah yang
sangat sehingga menutup akalnya dan tidak sadar dengan apa yang di
ucapkannya.” (Fiqih Muyyasar : 305)
Diantara dalilnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda :
رُفِعَ الْقَلَمُ عَنْ
ثَلاَثَةٍ عَنِ النَّائِمِ حَتَّى يَسْتَيْقِظَ وَعَنِ الصَّبِىِّ حَتَّى
يَحْتَلِمَ وَعَنِ الْمَجْنُونِ حَتَّى يَعْقِلَ
“Diangkat pena dari tiga orang, dari
orang yang tidur sampai dia bangun, dari anak kecil sampai dia baligh,
dari orang gila sampai dia berakal” (HR. Abu Dawud:4450, at-Tirmidzi:1423 dan Ibnu Majjah:2041)
Pembahasan Keenam: Apakah talak jatuh jika diucapkan dengan bercanda
Seseorang yang mengatakan kepada istrinya
dengan sekedar bercanda, “kamu saya talak” atau “kamu saya cerai” maka
jatuh talaknya. Dia terhitung telah menjatuhkan talak kepada istrinya
walaupun dia hanya bercanda/bersendau gurau. Hal ini berdasarkan sebuah
hadits. Dari Abu Hurairah rdhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu
‘alihi wasallam bersabda:
ثَلاَثٌ جِدُّهُنَّ جِدٌّ وَهَزْلُهُنَّ جِدٌّ النِّكَاحُ وَالطَّلاَقُ وَالرَّجْعَةُ
“Tiga perkara yang sungguhnya mereka
dianggap sebagai kesungguhan dan yang bercandanya dianggap sebagai
sungguhan, nikah, talak dan rujuk” (HR. Abu Dawud 2129, at-Tirmidzi : 1184 dan Ibnu Majjah : 2039 dan dihasankan oleh syaikh al-Albani di Irwa’ : 1826)
Pembahasan Ketujuh: Tentang Lafadz-lafadz talak
Talak bisa jatuh dengan setiap lafadz yang menunjukkan kepadanya yaitu :
- Lafadz yang sharih, yaitu lafadz yang tidak dipahami darinya selain dari talak. Seperti lafadz talak (cerai) atau pecahan dari kata itu atau yang semisalnya. Seperti suami yang mengatakan kepada istrinya kamu saya cerai.
- Dengan kinayah (kiasan) lafadz yang mengandung makna talak dan makna yang lainnya, jatuh sebagai talak jika di niatkan sebagai talak, atau adanya qarinah (indikasi) yang menunjukkan pada maksud tersebut. Seperti suami mengatakan kepada istrinya pergi sana atau kembali sana kepada keluargamu.” (silahkan lihat Minhajus Saalikiin, Syaikh As-Sa’di :274, Mulakhos Al-Fiqhy, Syaikh Shalih Al-Fauzan : 413, Fiqih Muyyasar).
Pembahasan Kedelapan: Tentang Talak di tinjau dari Ta’liq dan Tanjiz
Talak bisa jatuh dengan munjazah (langsung) atau mu’alaqah (terikat dengan syarat)
Al-Munjazah : yaitu talak yang
sejak dikeluarkan perkataan tersebut bermaksud untuk menalak, sehinga
seketika itu jatuhlah talak. Seperti perkataan “kamu saya talak (cerai)”
Mu’allaqah: yaitu seseorang suami
menjadikan jatuh talak tergantung pada syarat. Seperti perkataan suami
kalau kamu tetap pergi ketempat itu kamu tertalak.
Pembahasan Kesembilan: Tentang apakah talak jatuh jika dengan tulisan
Tulisan adalah sarana untuk
mengungkapkan/menerangkan apa yang ada didalam hati sebagaimana
diungkapkan/diucapkan dengan lisan. Maka talak dianggap jatuh
(sah/terhitung) dengan tulisan walaupun dilakukan oleh orang yang bisa
berbicara, ini pendapatnya jumhur (mayoritas) ulama. Tertulis dalam
kitab Muhalla Ibnu Hazm perkataan: “Sungguh manusia berselisih pada
permasalahan ini; telah diriwayatkan kepada kami dari an-Nakha’i,
as-Sa’bi’ dan az-Zuhri apabila seorang menulis talak dengan tangannya
maka talak sebuah keharusan (jatuh), dengannya al-Auza’i, Hasan bin Hay
dan Ahmad bin Hambal berpendapat.” (al-Muhalla : 11/514) begitu juga yang difatwakan oleh Ibnu Baaz.
Pembahasan Kesepuluh: Tentang seseorang yang Ragu-ragu apakah dirinya sudah menalak istrinya
Berkata Asy-Syaikh al-Allamah Shalih
Al-Fauzan : “apabila ragu-ragu akan jatuhnya talak, dan yang di inginkan
dari ragu-ragu apakah terjadi talak darinya, atau ragu-ragu bilangan
talak, atau ragu-ragu apakah telah terjadi syaratnya :
- Apabila ragu-ragu telah jatuh talak darinya, maka istrinya tidaklah tertalak hanya semata-mata ragu-ragu. Dikarenakan pernikahannya dibangun diatas keyakinan dan tidak bisa gugur hanya karena ragu-ragu.
- Apabila ragu-ragu terjadinya syarat yang dia syaratkan dalam talaknya seperti dia berkata, “Apabila kamu masuk rumah maka kamu saya talak (cerai).” Kemudian ragu-ragu tentang masuknya istri ke rumah. Sesungguhnya dia tidak tertalak hanya karena ragu-ragu sebagaimana penjelasan yang lalu.
- Apabila yakin terjadinya talak darinya dan ragu-ragu tentang bilangannya tidaklah jatuh kecuali satu dikarenakan dia yakin terjadinya talak, adapun lebih dari itu dia ragu-ragu. Dan keyakinan tidak dapat dihilangkan dengan keraguan. (Mulakhos Al-Fiqhy, Syaikh Shalih Al-Fauzan : 413).
Pembahasan Kesebelas: Tentang talak sunnah dan talak bid’ah
- Pengertian talak sunnah dan talak bid’ah
Talak sunnah adalah talak yang
terjadi sesuai dengan syar’i. Yaitu seorang suami menceraikan istrinya
dengan ucapan satu kali talak dalam keadaan suci yang pada saat suci
sang suami belum mencampurinya, dan membiarkannya serta tidak mengikuti
dengan talak yang berikutnya sampai habis masa iddahnya.
Talak bid’ah adalah talak yang
dijatuhkan oleh pelakunya dalam bentuk yang haram. Seperti mengucapkan
talak tiga dengan satu kali ucapan (lafadz). Atau mentalak istrinya
dalam keadaan haid atau mentalak istrinya dalam keadaan suci namun
setelah digauli yang tidak diketahui hamil tidaknya. Hukum talak seperti
ini haram. (Fiqih Muyyasar : 305, Mulakhos Al-Fiqhy : 413).
- Hukum talak sunnah dan talak bid’ah
Hukum talak sunnah : Para ulama sepakat bahwa talak sunnah jatuh sebagai talak.
Hukum talak bid’ah : diharamkan
atas suami untuk mentalak dengan talak bid’ah, baik pada jumlah bilangan
(sekaligus tiga –ed) atau pada waktu (ketika haid –ed). adapun dari
sisi jatuh tidaknya talak, maka jatuh talaknya dikarenakan Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam memerintahkan Ibnu Umar yang menalak
istrinya ketika haid untuk merujuknya. tidaklah rujuk kecuali setelah
terjadinya talak. (Silahkan lihat Fiqih Muyyasar : 305)
Pembahasan Keduabelas: Tentang Talak Raj’i dan Talak Ba’in
Seorang suami yang merdeka mempunyai
kesempatan untuk menalak istri yang telah digaulinya sebanyak tiga kali.
Para ulama sepakat bahwa talak itu ada dua macam
- Talak Raj’i
Talak raj’i adalah talak yang setelah dijatuhkan sang suami masih mempunyai hak untuk merujuk kembali istrinya selama dalam masa iddah,
tanpa tergantung persetujuan istrinya dan tanpa akad yang baru. Yaitu
talak pertama dan kedua yang sang suami mempunyai hak untuk rujuk pada
masa iddah kapan saja dia mau walaupun istri tidak rela dirujuk.
- Talak bain
Talak bain ada dua macam :
Pertama : Talak ba’inunah shugra
(perpisahan yang kecil) adalah talak yang setelah dijatuhkan oleh suami
tidak memiliki peluang untuk rujuk kembali kepada istrinya. Jika ingin
kembali dengan akad nikah yang baru dan tidak harus dinikahi dulu oleh
laki-laki lain.
Yaitu terjadi ketika masa iddah istri
dalam talak raj’i (talak satu dan dua) telah selesai, dan sang suami
belum merujuknya. Atau contoh yang lain yaitu talak yang dijatuhkan
kepada istri yang belum pernah digauli (berhubungan suami istri) maka
hukum perceraiannya adalah ba’inunah sughra. Tidak halal bagi suami
untuk merujuknya, jika ingin kembali kepada istrinya itu (mantan istri
-ed) atas persetujuan istri dan dengan akad nikah yang baru. Karena hak
rujuk ada pada masa iddah sedangkan kondisi seperti ini tidak ada masa
iddahnya.
Kedua : Talak ba’inunah kubra
(perpisahan yang besar) adalah talak yang setelah dijatuhkan oleh suami
tidak ada kesempatan/peluang untuk rujuk (kembali) kepada istrinya. Jika
ingin kembali atas persetujuan istri (baca mantan istri -ed) dan dengan
akad nikah yang baru. dan setelah mantan istrinya menikah dengan
laki-laki lain dan telah melakukan hubungan suami istri (jima’), lalu
mantan istrinya itu dicerai atau suaminya meninggal dan masa iddahnya
telah selesai.
Contoh talak tiga, seorang suami menalak
istrinya, kemudian merujuknya dalam masa iddah atau menikahinya setelah
habis masa iddahnya. Lalu menalak lagi, kemudian merujuknya dalam masa
iddah atau menikahinya setelah habis masa iddahnya, lalu dia menalaknya
lagi yang ketiga kalinya. Inilah talak ba’inah Qubra yang menjadikan
istrinya tidak bisa dirujuk lagi.
RUJUK
Pembahasan Pertama: Pengertian Rujuk
Rujuk adalah mengembalikan istrinya yang
tertalak yang bukan pada talak bain kepada keadaan sebelum terjadinya
talak tanpa adanya akad.
Pembahasan Kedua: Dalil dari Al-Qur’an, As-Sunnah dan Ijma disyariatkan rujuk
Dari Al-Qur’an
أَحَقُّ بِرَدِّهِنَّ فِي ذَلِكَ إِنْ أَرَادُوا إِصْلاحًا
“…dan suami-suaminya berhak merujukinya dalam masa menanti itu, jika mereka (para suami) menghendaki ishlah.” (Qs. Al-Baqarah : 228)
Nabi shallallahu ‘alaihi wasalam bersabda :
مره فيراجعها ثم ليطلقها طاهرا أو حاملا
“Suruh dia merujuk kembali istrinya, kemudian silahkan dia menalaknya dalam keaadaan suci atau sedang hamil.” (HR. Tirmidzi, dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani)
Ijma
Berkata Asy-Syaikh al-Allamah Shalih Al-Fauzan hafidzahullah : berkata Ibnul Mundzir “Para
ulama sepakat bahwa seorang suami yang merdeka apabila mentalak yang
bukan talak tiga dan seorang budak apabila mentalak yang bukan talak dua
maka baginya ada hak untuk rujuk pada masa iddah.” (Al-Mulskhos Al-Fiqhiy : 416)
Pembahasan Ketiga: Talak yang bisa dirujuk dan beberapa macam keadaan wanita yang tertalak
- Talak yang ada kesempatan seorang suami untuk rujuk adalah talak kepada istri yang sudah pernah digauli pada talak pertama atau kedua dalam masa iddah. Adapun talak ketiga tidak ada kesempatan seorang suami untuk rujuk begitu juga istri yang tertalak dalam keadaan belum pernah digauli.
- Wanita yang tertalak pada talak pertama dan kedua statusnya masih sebagai istrinya yang sah selama dalam masa iddah. Dia masih berhak menerima nafkah, tempat tinggal dan dia harus berada pada rumah suaminya. Begitu juga haram hukumnya seorang istri yang tertalak dengan talak pertama atau kedua menawar-nawarkan dirinya untuk dinikai oleh orang lain dalam masa iddahnya, karena statusnya masih istri dari suaminya.
Pembahasan Keempat: Tata cara rujuk
Rujuk adalah hak mutlak suami di masa
iddah wanita yang ditalak raj’i. Hak mutlak ini tanpa ada syarat
kerelaan istri. Tatacara merujuk harus sesuai syar’i:
- Niat untuk merujuk istrinya dalam rangka untuk memperbaiki kembali hubungan yang retak.
- Prosesnya
- Dengan ucapan, yaitu setiap lafadz yang menunjukkan makna rujuk disertai niat.
- Menggauli istrinya disertai niat rujuk
menurut pendapat yang benar. Oleh karena itu seorang suami yang menalak
istrinya dengan talak raj’i tidak boleh menggaulinya tanpa niat rujuk.
Pembahasan Kelima: Mempersaksiakan talak dan rujuk
- Disyariatkan mempersaksiakan talak yang dijatuhkan kepada dua saksi pria yang adil; istiqamah (tidak fasik). Adapun tentang hukumnya para ulama berselisih pendapat, ada pendapat ulama yang mengatakan hukumnya wajib, dan ada pendapat yang mengatakan hukumnya sunnah dan ini pendapatnya jumhur. Yang jelas mempersaksikan talak dapat dilakukan saat menjatuhkan talak atau disusulkan setelah talak jatuh.
- Disyariatkan juga mengumumkan dan mempersaksiakan rujuk kepada dua saksi pria yang adil; istiqamah (tidak fasik). Adapaun tentang hukumnya para ulama berselisih pendapat, ada yang mengatakan wajib, ada juga yang berpendapat sunnah, dan ini pendapatnya jumhur.
IDDAH
Pembahasan Pertama : Pegertian iddah
Iddah adalah sebuah nama untuk jangka
waktu tertentu seorang istri menunggu setelah dicerai oleh suaminya,
atau ditinggal mati oleh suaminya atau untuk memastikan kosongnya rahim.
Pembahasan Kedua: Dalil disyariatkanya iddah
Dalil dari Al-Qur’an
Allah Ta’aala berfirman :
وَالمُطَلَّقَاتُ يَتَرَبَّصْنَ بِأَنفُسِهِنَّ ثَلاثَةَ قُرُوءٍ
“Wanita-wanita yang ditalak handaklah menahan diri (menunggu) tiga kali quru’” (Qs. Al-Baqarah :228)
Dalil dari Sunnah
عَنِ الْمِسْوَرِ بْنِ
مَخْرَمَةَ أَنَّ سُبَيْعَةَ الأَسْلَمِيَّةَ نُفِسَتْ بَعْدَ وَفَاةِ
زَوْجِهَا بِلَيَالٍ فَجَاءَتِ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم
فَاسْتَأْذَنَتْهُ أَنْ تَنْكِحَ فَأَذِنَ لَهَا فَنَكَحَتْ
Dari Miswar bin Makhramah, bahwasannya
Subai’ah Al-Aslamiyyah radhiyallahu ‘anha mengalami nifas setelah di
tinggal wafat oleh suaminya beberapa hari, maka dia datang kepada Nabi
shallallahu ‘alaihi wasallam untuk minta ijin menikah, Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam mengijinkannya. Maka menikahlah dia.” (HR. Bukahari : 5320)
Pembahasan Ketiga: Hikmah di Syariatkan iddah
Banyak hikmah disyariatkannya iddah, diantaranya:
- Untuk memastikan kosongnya rahim dari janin, sehingga tidak tercampurnya nasab
- Untuk memberikan waktu bagi suami yang mencerai istrinya untuk rujuk apabila dia menyesal jika pada talak raj’i
- Menjaga hak seorang wanita/istri yang hamil apabila terjadi talak pada saat hamil.
- Untuk memperlihatkan betapa besarnya
dan terhormatnya permasalahan pernikahan dan memberikan pemahaman bahwa
akad nikah mengungguli akad-akad yang lainnya.
- Memperlihatkan rasa sedih karena baru
ditinggal mati suami. Jadi kalau wanita menahan diri untuk tidak
berdandan, hal itu membuktikan kesetiaannya kepada suaminya yang telah
meninggal. (silahkan lihat Mulakhos Fiqhiy, Syaikh Al-Fauzan : 419-420, Fiqih Muyasar : 317)
Pembahasan Keempat: Macam-macam iddah
- Iddah dengan quru’
- Iddah dengan beberapa bulan
- Iddah dengan melahirkan
Penjelasannya secara singkat.
Iddah dengan quru’ dalilnya Firman Allah Ta’aala
وَالمُطَلَّقَاتُ يَتَرَبَّصْنَ بِأَنفُسِهِنَّ ثَلاثَةَ قُرُوءٍ 4
“Wanita-wanita yang ditalak hendaklah menahan diri (menunggu) tiga kali quru’” (Qs. Al-Baqarah :228)
Para ulama berselisih pendapat tentang makna quru’.
Pendapat pertama: Quru’ adalah
haidh ini pendapatnya para ulama dari kalangan madzhab Hanafi, dan para
ulama dari kalangan madzhab Hanbali dalam satu riwayat.
Pendapat kedua: yang dimaksud
quru’ adalah suci, bukan haidh. Ini pendapatnya para ulama dari kalangan
madhzab Maliki, madzhab syafi’i dan madzhab Hanbali dalam riwayat yang
lain.
Wallahu ta’aala a’lam bis shawwab adapun
kami cenderung dengan pendapat yang pertama yang memaknai quru’ dengan
haidh. Jadi macam iddah yang pertama dengan tiga kali haid.
Iddahnya dengan beberapa bulan
Dalilnya, firman Allah Ta’aala:
وَاللائِي يَئِسْنَ مِنَ المَحِيضِ مِنْ نِسَائِكُمْ إِنِ ارْتَبْتُمْ فَعِدَّتُهُنَّ ثَلاثَةُ أَشْهُرٍ وَاللائِي لَمْ يَحِضْنَ
“dan perempuan-perempuan yang tidak
haid lagi (monopause) di antara perempuan-perempuanmu jika kamu
ragu-ragu (tentang masa iddahnya), Maka masa iddah mereka adalah tiga
bulan; dan begitu (pula) perempuan-perempuan yang tidak haid.” (Qs. Ath-Thalaq : 4)
Pada ayat ini memberlakukan iddah selama tiga bulan pada dua jenis wanita :
1. Wanita yang sudah memasuki usia menopause (tidak haid lagi)
2. Wanita yang belum pernah haidh karena masih kecil
Iddahnya dengan melahirkan
Masa iddah wanita yang hamil itu berakhir
dengan melahirkan, sekalipun itu berlangsung hanya sebentar setelah
perceraian. Dan hal ini berlaku bagi wanita yang ditinggal mati oleh
suaminya atau diceraikan. Tetapi bagi selain wanita hamil yang ditinggal
mati oleh suaminya masa iddahnya empat bulan sepuluh hari
Itu penjelasan sederhana lagi ringkas
yang bisa kami bawakan disini dari kitab para ulama semoga bermanfaat.
Wallahu Ta’aala A’lam bis Shawwab.
Selesai ditulis oleh Abu Ibrahim ‘Abdullah al-Jakarty
Priuk Jakarta Utara
10 Rabiul Awwal 1434H/22 Januari 2013
Sumber bacaan
Minhajus Saalikiin Syaikh ‘Aburrahman As-Sa’di
Mulakhos Al-Fiqhy Syaikh Shalih Al-Fauzan
Fiqih Muyyasar kumpulan para ulama
Dan yang lainnya
sumber : http://nikahmudayuk.wordpress.com/2013/01/22/penjelasan-sederhana-tentang-talak-perceraian-rujuk-dan-iddah/
Kamis, 07 Februari 2013
Pembahasan ringkas Thalaq
Kamis, 10 Januari 2013
Kisah-kisah menakjubkan para penuntut ilmu
Berikut ini adalah sepenggal kisah-kisah menakjubkan tentang kesungguhan para Ulama dalam menuntut ilmu. Semoga bisa menjadi pelajaran dan teladan bagi kita untuk bersemangat menjalankan aktifitas ilmiyyah : menempuh perjalanan menghadiri majelis ilmu, mencatat, murojaah (mengingat kembali pelajaran yang sudah didapat), membaca buku-buku para Ulama’, merangkum, meringkas, menyadur dan menyalin tulisan para ulama, mencatat faidah-faidah ilmu yang kita lihat dan dengar, mendengarkan rekaman ceramah-ceramah ilmiyyah melalui file-file audio, dan semisalnya.
Sesungguhnya menuntut ilmu adalah ibadah, bahkan menurut al-Imam asy-Syafi’i:
طَلَبُ الْعِلْمِ أَفْضَلُ مِنْ صَلَاةِ النَّافِلَةِ
Menuntut ilmu lebih utama dibandingkan sholat Sunnah (Musnad asySyafi’i (1/249), Tafsir alBaghowy (4/113), Faidhul Qodiir (4/355))
Kisah-kisah nyata berikut ini sebagian besar disarikan dari kitab alMusyawwaq ilal Qiro-ah wa tholabil ‘ilmkarya Ali bin Muhammad al-‘Imran.
KESABARAN DAN KESUNGGUHAN MENUNTUT ILMU
Ibnu Thahir al-Maqdisy berkata : Aku dua kali kencing darah dalam menuntut ilmu hadits, sekali di Baghdad dan sekali di Mekkah. Aku berjalan bertelanjang kaki di panas terik matahari dan tidak berkendaraan dalam menuntut ilmu hadits sambil memanggul kitab-kitab di punggungku
BELAJAR SETIAP HARI
Al-Imam anNawawy setiap hari membaca 12 jenis ilmu yang berbeda (Fiqh, Hadits, Tafsir, dsb..)
MEMBACA KITAB SEBAGAI PENGUSIR KANTUK
Ibnul Jahm membaca kitab jika beliau mengantuk, pada saat yang bukan semestinya. Sehingga beliau bisa segar kembali.
BERUSAHA MENDAPATKAN FAIDAH ILMU MESKI DI KAMAR MANDI
Majduddin Ibn Taimiyyah (Kakek Syaikhul Islam Ibn Taimiyyah) jika akan masuk kamar mandi berkata kepada orang yang ada di sekitarnya: Bacalah kitab ini dengan suara keras agar aku bisa mendengarnya di kamar mandi.
40 TAHUN TIDAKLAH TIDUR KECUALI KITAB BERADA DI ATAS DADANYA
Al-Hasan alLu’lu-i selama 40 tahun tidaklah tidur kecuali kitab berada di atas dadanya.
TIDAKLAH BERJALAN KECUALI BERSAMANYA ADA KITAB
Al-Hafidz alKhothib tidaklah berjalan kecuali bersamanya kitab yang dibaca, demikian juga Abu Nu’aim alAsbahaany (penulis kitab Hilyatul Awliyaa’)
MENJUAL RUMAH UNTUK MEMBELI KITAB
Al-Hafidz Abul ‘Alaa a-Hamadzaaniy menjual rumahnya seharga 60 dinar untuk membeli kitab-kitab Ibnul Jawaaliiqy
KEMAMPUAN MEMBACA YANG LUAR BIASA
Ibnul Jauzy sepanjang hidupnya telah membaca lebih dari 20.000 jilid kitab
Al-Khothib al-Baghdady membaca Shahih al-Bukhari dalam 3 majelis ( 3 malam), setiap malam mulai ba’da Maghrib hingga Subuh (jeda sholat)
Catatan : Shahih alBukhari terdiri dari 7008 hadits, sehingga rata-rata dalam satu kali majelis (satu malam) dibaca 2336 hadits.
Abdullah bin Sa’id bin Lubbaj al-Umawy dibacakan kepada beliau Shahih Muslim selama seminggu dalam sehari 2 kali pertemuan (pagi dan sore) di masjid Qurtubah Andalus setelah beliau pulang dari Makkah.
Catatan : Shahih Muslim terdiri dari 5362 hadits
Al-Hafidz Zainuddin al-Iraqy membaca Musnad Ahmad dalam 30 majelis (pertemuan)
Catatan : Musnad Ahmad terdiri dari 26.363 hadits, sehingga rata-rata dalam sekali majelis membacakan lebih dari 878 hadits.
Al-‘Izz bin Abdissalaam membaca kitab Nihaayatul Mathlab 40 jilid dalam tiga hari (Rabu, Kamis, dan Jumat) di masjid.
Al-Mu’taman as-Saaji membaca kitab al-Fashil 465 halaman (kitab pertama tentang Mustholah hadits) dalam 1 majelis.
Salah seorang penuntut ilmu membacakan di hadapan Syaikh Bin Baz Sunan anNasaa’i selama 27 majelis
Catatan : jika yang dimaksud adalah Sunan anNasaai as-Sughra terdiri dari 5662 hadits, sehingga rata-rata lebih dari 209 hadits dalam satu majelis.
Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albany rata-rata menghabiskan waktu selama 12 jam sehari untuk membaca buku-buku hadits di perpustakaan.
MENGULANG-ULANG MEMBACA SUATU KITAB HINGGA BERKALI-KALI
Al-Muzani berkata: Aku telah membaca kitab arRisalah (karya asy-Syafi’i) sejak 50 tahun lalu dan setiap kali aku baca aku menemukan faidah yang tidak ditemukan sebelumnya.
Gholib bin Abdirrahman bin Gholib al-Muhaariby telah membaca Shahih alBukhari sebanyak 700 kali.
KESUNGGUHAN MENULIS
Ismail bin Zaid dalam semalam menulis 90 kertas dengan tulisan yang rapi.
Ahmad bin Abdid Da-im al-Maqdisiy telah menulis/ menyalin lebih dari 2000 jilid kitab-kitab. Jika senggang, dalam sehari bisa menyelesaikan salinan 9 buku. Jika sibuk dalam sehari menyalin 2 buku.
Ibnu Thahir berkata: saya menyalin Shahih al-Bukhari, Shahih Muslim, dan Sunan Abi Dawud 7 kali dengan upah, dan Sunan Ibn Majah 10 kali
Ibnul Jauzy dalam setahun rata-rata menyalin 50-60 jilid buku
Muhammad bin Mukarrom yang lebih dikenal dengan Ibnu Mandzhur –penulis Lisaanul Arab- ketika meninggal mewariskan 500 jilid buku tulisan tangan
Abu Abdillah alHusain bin Ahmad alBaihaqy adalah seseorang yang cacat sehingga tidak memiliki jari tangan, namun ia berusaha untuk menulis dengan meletakkan kertas di tanah dan menahannya dengan kakinya, kemudian menulis dengan bantuan 2 telapak tangannya. Ia bisa menghasilkan tulisan yang jelas dan bisa dibaca. Kadangkala dalam sehari ia bisa menyelesaikan tulisan sebanyak 50-an kertas.
SANGAT BERSEMANGAT DALAM MENCATAT FAIDAH
Al-Imam anNawawy berkata: Janganlah sekali-kali seseorang meremehkan suatu faidah (ilmu) yang ia lihat atau dengar. Segeralah ia tulis dan sering-sering mengulang kembali.
Al-Imam al-Bukhary dalam semalam seringkali terbangun, menyalakan lampu, menulis apa yang teringat dalam benaknya, kemudian beranjak akan tidur, terbangun lagi , dan seterusnya hingga 18 kali.
Abul Qosim bin Ward atTamiimy jika diberikan kepada beliau suatu kitab beliau akan membaca dari atas hingga bawah, jika menemukan faidah baru beliau tulis dalam kertas tersendiri hingga terkumpul suatu pokok bahasan khusus.
BERSAMA ILMU HINGGA MENJELANG AJAL
Abu Zur’ah arRaaziy ketika menjelang ajal dijenguk oleh sahabat-sahabatnya ahlul hadits mereka mengisyaratkan hadits tentang talqin Laa Ilaaha Illallaah. Hingga Abu Zur’ah berkata:
روى عبدالحميد بن جعفر، عن صالح بن أبي عريب، عن كثير بن مرَّة، عن معاذ عن النبي – صلى الله عليه وسلم -: ((من كان آخر كلامه: لا إله إلا الله دخلَ الجنة))
Abdul Humaid bin Ja’far meriwayatkan dari Sholih bin Abi Uraib dari Katsir bin Murroh dari Muadz dari Nabi shollallaahu ‘alaihi wasallam: Barangsiapa yang akhir ucapannya adalah Laa Ilaaha Illallaah maka ia masuk surga.
Kemudian Abu Zur’ah meninggal dunia
Ibn Abi Hatim berkata: Aku masuk ke ruangan ayahku (Abu Hatim arRaziy) ketika beliau menjelang ajal dalam keadaan aku tidak mengetahuinya aku bertanya kepadanya tentang Uqbah bin Abdil Ghofir apakah ia adalah Sahabat Nabi? Ayahku menggeleng. Aku bertanya: Apakah ia Sahabat Nabi? Ayahku berkata: Bukan. Ia adalah tabi’in. Tidak berapa lama kemudian Abu Hatim meninggal dunia
<< disampaikan pada kajian Rabu Malam Kamis 27 Jumadil Awwal 1433 H/ 18 April 2012 di Masjid Perum PJB Paiton Probolinggo oleh Abu Utsman Kharisman >>
Oleh : Ustadz Kharisman
www.salafy.or.id
Langganan:
Postingan (Atom)